Minggu, Juni 27, 2010

MENJADI HAMBA ALLOH

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Qs. Al-A’raaf :172

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
Qs. 51.Adz-zariat : 56


Segala puji hanya bagi Alloh swt setinggi keagunganNya, dan sebanyak yang Dia kehendaki, Shalawat dan salam semoga Alloh limpahkan kepada Nabi Muhammad saw beserta ummatnya yang tetap memperjuangkan sunnahnya.

Dari ayat diatas jelaslah bahwa kita diciptakan untuk mengabdi kepada-Nya sebagai hamba Alloh swt. Inilah tujuan kita dihadirkan kebumi ini, namun banyak hari ini diantara manusia telah lupa akan tujuan awal mereka diciptakan, justru mereka berlomba-lomba menumpuk-numpuk harta seolah – olah harta itu akan mengekalkannya, mengumpulkan koleksi jabatan dan gelar, mengumpulkan aneka pujian dari makhluk, padahal bukan itu tujuan kita dihadirkan diplanet ini. Mari saudaraku, kita kembali ke jalur yang telah digariskan oleh Alloh swt yaitu sebagai hamba Alloh swt,.

Mulailah terlebih dahulu mengenal Alloh swt, pahami nama dan sifatNya, kekuasaanNya, jaminanNya, balasanNya, lalu mendekatlah lewat printah dan laranganNya, sampai kita merasakan benar nikmatnya taat kepadaNya, dan nikmatnya menjadi hamba Alloh swt.
Mari kita teliti diri kita masing-masing apakah kita telah menjadi hamba Alloh yang sesuai dengan kehendak Alloh ta’ala. Apasaja yang menjadi ciri hamba Alloh tersebut  ?

Sebagai seorang hamba tentunya ia akan menuruti semua perintah Tuhannya, baik dalam kondisi susah maupun lapang, sedih maupun bahagia, ia tidak ingin Tuhannya kecewa akan sikap dan kelakuannya baik dari ucapan, fikiran, dan perbuatannya, keinginannya pun akan ia sesuaikan dengan kehendak Tuhannya, sudahkan kita melakukan itu semua ..?
Ia akan  sadar betul bahwa penciptanya, pemelihara dirinya, pelindungnya, pemberi rizki, hanyalah Alloh swt  sehingga dengan kesadarannya yang tinggi itu, ia merasa perlu untuk berterimakasih kepada TuhanNya dengan cara menyembahnya, dan mentaatinya. Ia pun akan mengakui bahwa hanya TuhanNya-lah pemilik nama dan sifat –sifat terbaik sebagai sumber motifasi baginya 
Ia akan laksanakan perintahNya dengan senang hati dan ikhlas. Ia melakukan itu semua untuk Tuhannya semata tanpa diberengi kepentingan lainnya. Ia akan berusaha menerima apapun pemberian dari Tuhannya sebagai karunia yang besar, ia akan senantiasa bersyukur dan sabar atas semua kehendak RobbNya , dalam menerima pemberian Tuhan ia tidak tertipu dengan  melihat jumlah,  bentuk, warna dan rasa dari pemberian Tuhan tersebut, yang dia lihat adalah dari mana nikmat itu berasal, sehingga  rasa syukurnya disetiap keadaan.
Setiap kejadian yang menimpanya, ia yakin bahwa didalamnya ada taqdir Alloh, didalamnya penuh dengan hikmah, didalamnya terkandung  perintah dan laranganNya. Ia akan menyesuaikan kehendaknya dengan keinginan TuhanNya.  Hal ini dapat ia lakukan semata-mata berkat bimbingan Tuhannya sebagaimana firmanNya :

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan
 Qs. 25. Al-Furqaan : 63

Sungguh luar biasa akhlak hamba  Alloh tersebut, mereka berjalan dan beraktifitas dimuka bumi dengan rendah hati, tidak dengan sombong, tidak membanggakan nafsunya, mereka  merespon akhlak orang – orang jahil / bodoh yang mengganggunnya  dengan dengan respon yang mengandung keselamatan untuk dirinya dan orang jahil tersebut. Sudahkah kita mampu melakukan seperti mereka …? Itulah salah satu ciri hamba Alloh yang pemurah.
Setelah ia berhasil menjadi hamba Alloh swt dengan memenuhi hakNya, maka ia lanjutkan tugas selanjutnya untuk memakmurkan bumi Alloh ini sesuai dengan kehendakNya, hal ini sesuai dengan firman Alloh ta’ala
….Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." Qs.11.Hud : 61

Ia akan menjadikan semua yang ada ditangannya dan  disekitarnya sebagai alat untuk mengabdi kepada Alloh swt, karena memang demikianlah tujuan bumi dan seluruh apa yang ada didalamnya diciptakan yaitu untuk mempermudah manusia agar taat kepada Alloh swt.
Ia tidak akan diperbudak oleh dunia ini walaupun secara fisik ia akrab dengan dunia, ia akan menahan nafsunya, sehingga ia tidak diperbudak oleh nafsunya, sehingga ia tidak menghalalkan segala cara, ia didik nafsunya agar taat terhadap RobNya, Ia kendalikan nafsunya agar tidak liar dan agar menjadi an-nafsul mut’mainnah / nafsu yang tenang

Nikmatnya Menjadi Hamba Alloh

Ketahuilah Saudaraku..  menjadi Hamba Alloh itu sungguh indah, selain telah  dijamin semua kebutuhannya oleh Alloh swt, ia pun akan diberikan ketenangan yang begitu dalam dalam setiap episode kehidupan, ia akan diberikan kemudahan dalam setiap masalah, diberikan rizki dari jalan yang tidak terduga, dilindungiNya, diampuninya dan dirahmatiNya

Ia tidak terbebani oleh pujian dan cacian dari makhluk, benci dan sukanya terhadap sesuatu karena Alloh, ia akan ridho dalam kesusahannya, ia merasakan rahmatNya dalam sakitnya, ia  merasakan perhatianNya dalam setiap kesulitannya, kedekatanNya dalam setiap ketaatannya, ia merasakan perlindunganNya dalam setiap langkahnya dan ia merasakan keberkahanNya dalam setiap usahanya, rizkinya dan makanannya, do’anya akan cepat direspon oleh Alloh swt dan masih banyak lagi kebahagiaan yang ia rasakan, subhanallah..

Pernahkah kita bertanya dalam diri kita masing-masing, sudahkan kita  merasakan nikmatnya menjadi Hamba Alloh…? Atau justru sebaliknya dalam taat ia merasa terpenjara, dalam kesendiriannya ia bersama syetan, pikiran jahat dan hawa nafsu, dalam setiap rizkinya ia tidak menikmati, dalam aktifitasnya ada kemurkaan Alloh ta’ala,  Naudzu billlahimin dzalik.

Mari kita didik diri masing-masing sudah sejauh mana akhlak kita terhadap Rob kita, sudahkah kita benar –benar telah memberikan hak-hak Alloh sebagai pencipta, pengatur, pemberi rizki, Hak Alloh untuk disembah, ditakuti, ditaati, dan dicintai melebihi apapun. Kita murnikan tauhid kita dalam setiap aktifitas kita. Kita berikan Hak Alloh sesuai dengan nama dan sifatNya. Mari kita kuatkan kembali bibit iman yang telah Alloh berikan.

Manusia sebagai khalifah

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
Qs. Al-Baqarah : 30

Saudaraku, bumi yang kita diami ini adalah amanah dari sang Pencipta, Kita diciptakan  sebagai hamba Alloh swt yang diberikan misi sebagai pemakmur bumi, dan diberikan jabatan sebagai khalifah dibumi ini. Kita akan mempertanggungjawabkan semua amanah ini kelak dihadapan Alloh ta’ala, atas kepemimpinan kita, sekecial apapun yang kita ambil dan kita lakukan kepada alam serta terhadap diri kita, semuanya akan dihisab oleh Alloh, Pimpinlah diri terlebih dahulu dengan benar, jangan turuti nafsu yang liar, gunakanlah semua fasilitas dari Alloh swt yang ada pada diri kita sesuai dengan kehendak sang pemberi nikmat.
     Mari kita buktikan dihadapan Alloh swt,  bahwasanya anggapan para malaikat tersebut diatas tentang kita adalah salah, kita adalah hamba Alloh swt yang tidak akan membuat kerusakan dimuka bumi, baik kerusakan lingkungan maupun kerusakan akhlak, kita akan memakmurkan bumi, kita juga akan bertasbih dan memuji Alloh juga,  seperti halnya para malaikat, sehingga  memang benar bahwa anak keturunan Adam as itu mulia sebagaimana kehendak Alloh swt

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Qs. 17.Al-Israa:70

Saudaraku, Alloh swt telah memberikan kemuliaan kepada kita, mari kita jaga kemuliaan kita masing-masing sebagai hamba  Alloh swt. Bertingkahlah selayaknya sebagai hamba Alloh, dengan petunjuk Alloh, bukan dengan bisikan syetan dan bukan pula dengan petunjuk hawa nafsu.

Sungguh terlalu singkat uraian tentang hamba Alloh ini, carilah ilmu agama secara istiqomah dengan pembimbing yang benar, karena menjadi hamba Alloh swt adalah suatu keharusan dan merupakan suatu kemuliaan, jangan hanya dapat mengaku sebagai hamba Alloh, namun kelakuan justru tidak sesuai dengan kehendakNya. Jangan rendahkan diri dengan menjadi hamba harta, hamba dunia, hamba syetan dan hamba nafsu.

Minggu, Juni 27, 2010

Keteladanan Muhammad saw


Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.

Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".
(Qs. At-taubah : 128-129 )



Segala puji hanyalah untukMu ya Alloh, atas semua nikmatMu, atas semua rahman dan rahimMu pada kami, kami menyadari bahwa sedetik kehidupan kami didunia ini telah Engkau penuhi dengan samudra nikmat dariMu.  Shalawat dan salam semoga senantiasa Alloh swt terus curahkan kepadamu ya Rosulullah saw, karena perjuaganmu yang tidak mengenal lelah dalam mengajari kami akhlak termulia agar menjadi hamba Alloh swt.

Dialah Rosulullah Muhammad shalallahu alaihi wasalam, hamba Alloh Ta’ala yang termulia, terbaik dan terunggul, semua tingkahlakunya dapat menjadi teladan dalam kehidupan kita. Beliau orang yang paling lembut dan paling berani. Ali bin Abi Thalib pernah bertutur: “Bila perang tengah berkecamuk, kami berlindung kepada Rasulullah saw“. Beliau juga orang yang paling dermawan. Tak pernah menolak permintaan oranglain.

Beliau saw tidak pernah balas dendam saat disakiti orang lain, atau marah atas perbuatan jelek orang padanya; kecuali jika hukum-hukum  Allah SWT dilanggar, Bila marah karena Allah . Siapa pun, baik yang kuat, lemah, jauh maupun dekat diperlakukan sama olehnya. Beliau saw orang yang pemalu. Beliau juga tidak senang bila ada orang berjalan di belakangnya. (Artinya, tidak sejajar dan berjalan di belakangnya dengan maksud untuk menghormati beliau.). Beliau bergurau namun  tetap berkata benar dalam gurauannya, memaafkan orang-orang
yang meminta maaf.

Ibadah & Akhlak Rosul saw

Beliau banyak berdzikir kepada Alloh.  Shalat beliau selalu tepat waktu, walaupun sesibuk apapun beliau, mendahulukan hak Alloh swt untuk disembah dari pada kepentingan pribadi adalah merupakan keharusan bagi beliau, jika malam datang "Sesungguhnya Rasulullah bangun untuk shalat sehingga kedua telapak kaki atau kedua betis beliau bengkak, Lalu dikatakan kepada beliau, 'Allah mengampuni dosa-dosamu terdahulu dan yang kemudian, mengapa engkau masih shalat seperti itu?' Lalu, beliau menjawab, 'Apakah tidak sepantasnya bagiku menjadi hamba yang bersyukur?' Sungguh luar biasa jawaban rasul saw, karena memang beliau saw tidak tergiur dengan selera murahan  seperti ujub, takabur, riya, sum’ah, dsb.   Beliau paling murah senyum, berseri-seri wajahnya padahal banyak tanggungjawab yang harus beliau laksanakan untuk menyelamatkan ummat. Beliau bersahabat dan menghormati siapa pun, tidak pernah bermuka masam dan ramah pada setiap orang.

Beliau saw memiliki budak laki-laki dan perempuan; pakaian dan makanannya tidak pernah melebihi mereka. Waktunya banyak untuk ibadah pada Allah, untuk menyebarkan risalah Islam, atau memenuhi kebutuhan diri dan keluarga.  Aisyah ra pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah saw, maka dia pun menjawab:”Akhlak beliau adalah al-Qur’an”. Marah dan ridhanya berpijak padanya.
Dalam riwayat yang shahih dari Anas bin Malik ra berkata: ….tidak pernah aku mencium bau yang lebih harum dari aroma tubuh Rasulullah saw. Setelah aku melayaninya selama 10 tahun, tidak pernah sekalipun ia berkata: “cih“, dan  tidak pernah mengatakan terhadap apa yang kulakukan: “Kenapa kau lakukan itu?“, dan tidak pernah mengatakan terhadap apa yang tidak kulakukan: “Mengapa tidak kau lakukan itu?
Beliau saw tidak pernah mencela makanan; bila menghendaki, beliau makan, bila tidak suka, beliau tinggalkan. Tidak pernah menolak makanan yang boleh untuk dimakan; terkadang beliau hanya menjumpai kurma, atau hanya roti kering, atau daging panggang beliau makan, atau hanya roti dari gandum, beliau makan seadanya. Bila ada susu, cukup beliau minum itu saja. Beliau menyukai manisan dan madu. Abu Hurairah ra berkata: “Sampai wafatpun Rasulullah SAW tidak merasa  pernah kenyang, meski hanya dengan roti gandum“.
Pernah terjadi pada keluarga Muhammad SAW selama tiga bulan, tiada nyala api di rumahnya (memasak) makanan mereka hanya kurma dan air, ini terjadi saat peristiwa pemboikotan oleh kaum Quraisy. Beliau tidak menerima sedekah untuk dirinya.Tidak berlebihan dalam berpakaian dan makanan; berpakaian dan makan seadanya.
Beliau saw pernah mengganjal perutnya dengan batu karena menahan lapar, padahal Allah telah memberikan kunci -kunci pembendaharaan langit dan bumi, tetapi beliau enggan menerimanya dan lebih memilih akhirat. Beliau makan bukan menuruti selera nafsu, beliau makan karena Alloh dan untuk taat kepada Alloh swt.
Beliau menghadiri  undangan siapa saja baik kaya, fakir, orang berada maupun orang rendahan. Mencintai orang-orang miskin, menjenguk mereka yang sakit dan melayat jenazah mereka. Tidak menghina orang fakir karena kefakirannya dan tidak takut pada penguasa karena kekuasaannya. Mengendarai kuda, onta, keledai, dan bagal. Memboncengkan budak atau yang lainnya. Beliau saw pernah menambal sandal dan baju sendiri, membantu aktifitas rumah tangganya. Menjenguk orang sakit. Beliau sangat tawadhu’
Dalam menyebarkan Islam,, beliau saw pernah difitnah, diancam, diteror dilempari dengan batu, diusir dari tanah kelahirannya, bahkan sampai beliau akan dibunuh, Namun beliau tetap tabah dan sabar, beliau tidak pernah mendo’akan azab bagi orang – orang yang telah menyakiti dan menyiksanya, justru beliau mendo’akan agar mereka semua diberikan petunjuk oleh Alloh swt. Sengguh mulia keteladanan beliau.

Saudaraku.. masih banyak sekali akhlak beliau yang mulia, yang patut kita contoh. Allah Ta’ala telah mengumpulkan dalam dirinya kesempurnaan akhlak, keindahan perilaku. Sebagaimana firmanNya :

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. ( Qs. Al-Ahzab,33 ; 21)
Beliau adalah hamba Alloh yang telah dijaga dan dilindungi oleh Alloh Ta’ala sejak dari masa kecilnya, Alloh ta’ala lindungi pendengarannya, penglihatannya, hatinya, fikirannya, dan perbuatannya dari hal-hal yang sia-sia, Pernah suatu ketika rosul saw bermuka masam kepada Abdullah bin Ummi maktum, padahal orang tersebut buta, namun karena tujuan orang tersebut ingin menanyakan Islam, maka Alloh swt langsung menegur Rasulullah saw dalam Qs. A’basa. 80 : 1-10, Bayangkanlah wahai saudaraku, hanya karena bermuka masam saja rosulullah saw langsung ditegur oleh Alloh swt.

Allah swt memberikan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan yang akan datang, yang di dalamnya terdapat keberuntungan dan keselamatan. Padahal ia adalah ummi, seorang yang tidak bisa membaca dan menulis dan tidak memiliki guru dari kalangan manusia, karena Alloh sendiri yang langsung mengajarinya lewat wahyuNya. Allah swt  memberikannya sesuatu yang tidak diberikan pada siapapun dari makhluknya, dan telah memilihnya diantara hamba - hambaNya, baik yang lalu maupun yang akan datang. Semoga Allah selalu memberikan shalawat kepadanya hingga hari akhir, amin.
Keridhoan Alloh padanya.

Saudaraku.., karena perjuangan beliau saw, atas semua penderitaannya, cucuran keingatnya, kehormatannya, hartanya yang telah beliau habiskan untuk Islam,   tetesan darahnya dan nyawanya, akhirnya itu semua tidak ada yang sia – sia sedikitpun, sampai  orang – orang kafir pun telah putus asa untuk mengalahkan agamaNya dan yang lebih menggembirakan lagi adalah karena  Alloh Ta’ala telah menyempurnakan agama kita, Alloh telah mencukupkan nikmatNya, dan Alloh telah meridhoi agama ini. Sebagaimana firmanNya dalam Qs. Al-Maidah : 3
...orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. ..

Penghargaan dari Alloh swt tentang kesempurnaan agama tersebut diberikan sebelum nabi saw tercinta wafat. Jangan rusak kesempurnaan ajaran Islam tersebut dengan menguranginya, manambahinya, letakkanlah printah dan larangan Alloh  pada tempatnya. Demikianlah cara kita menjaga kesempurnaan ajaran Islam tersebut.

Setelah Rosulullah saw wafat..

Saudaraku... Rosulullah saw telah lama meninggalkan kita semua, seberapa besar kerinduan kita kepada beliau..? atau justru kita akan berbalik kebelakang , murtad, mencampakkan sunnah-sunahnya, membenci sunnahnya...? Alloh Ta’ala telah menegur dan mengingatkan kita

144. Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
 (.Qs. Al-Imron 144.)

Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang, setelah Rosulullah saw wafat, Kita dapat berusaha semaksimal mungkin melaksanakan ajarannya, meniru akhlaknya, tentang sidiqnya  ( kejujuran )  amanahnya ( tanggung jawab ), fatonahnya, ( cerdas & professional ) tablignya (da’wah ) Tentang kesabaran rosul saw, tentang keikhlasan beliau, ketulusannya, rasa syukurnya dan masih banyak lagi tentang pribadi beliau yang sungguh mempesona.

Mari kita tanyakan pada diri kita masing - masing, dari sekian banyak akhlak mulia rosul saw tersebut diatas, mana yang telah kita contoh …? Mana akhlak rosul saw yang telah menghiasi pribadi kita..? mulailah dari sekarang,  kita memperbaiki diri kita, carilah informasi sebanyak mungkin tentang Rosulullah saw agar kita benar-benar mencintainya.

Setelah meniru pribadi beliau saw, maka hendaknya kita lanjutkan dengan memperjuangkan kembali risalah kesempurnaan islam ini agar tercapainya sebuah tatanan kehidupan yang penuh keridhoan Alloh Ta’ala. Islam itu tinggi saudraku, tinggi nilai-nilainya, akhlaknya, keyakinannya, rosul saw dan para sahabatnya telah membuktikan dan perjuangkannya, jangan kita rusak ketinggian Islam itu karena kelakuan kita, Kita membawa Islam dimanapun, dan sampai kapanpun, KITALAH GENERASI PENERUS TERSEBUT, jangan sampai Alloh Ta’ala menggantikan kita karena buruknya kwalitas kita, yang jauh dari pengikut Rosul saw yang sesungguhnya .  sebagaimana firmanNya…

Maka aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat, Sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa. Untuk mengganti (mereka) dengan kaum yang lebih baik dari mereka, dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka,
 (Qs.Al-Ma’arij : 40 -43 )

Saudaraku… kitalah yang seharusnya menggantikan generasi pendahulu kita dengan kwalitas yang lebih baik  aqidahnya, ibadahnya, akhlaknya dan pengorbanannya…
Kitalah pelaku sejarah hari ini.

“ Jika hari ini lebih buruk dari kemarin maka ia adalah orang yang akan celaka, Jika hari ini sama dengan hari kemarin maka ia termasuk orang yang rugi dan jika hari ini lebih baik dari hari kemarin maka ia adalah orang – orang yang beruntung..

Rabu, Maret 03, 2010

Akankah Amalku Di Terima ?

Beramal shalih memang penting karena merupakan konsekuensi dari keimanan seseorang. Namun yang tak kalah penting adalah mengetahui persyaratan agar amal tersebut diterima di sisi Allah. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan justru membuat Allah murka karena tidak memenuhi syarat yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan.

Dalam mengarungi lautan hidup ini, banyak duri dan kerikil yang harus kita singkirkan satu demi satu. Demikianlah sunnatullah yang berlaku pada hidup setiap orang. Di antara manusia ada yang berhasil menyingkirkan duri dan kerikil itu sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Namun banyak yang tidak mampu menyingkirkannya sehingga harus terkapar dalam kubang kegagalan di dunia dan akhirat.


Kerikil dan duri-duri hidup memang telalu banyak. Maka, untuk menyingkirkannya membutuhkan waktu yang sangat panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit. Kita takut kalau seandainya kegagalan hidup itu berakhir dengan murka dan neraka Allah Subhanahuwata’ala. Akankah kita bisa menyelamatkan diri lagi, sementara kesempatan sudah tidak ada? Dan akankah ada yang merasa kasihan kepada kita padahal setiap orang bernasib sama?


Sebelum semua itu terjadi, kini kesempatan bagi kita untuk menjawabnya dan berusaha menyingkirkan duri dan kerikil hidup tersebut. Tidak ada cara yang terbaik kecuali harus kembali kepada agama kita dan menempuh bimbingan Allah Subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa satu-satunya jalan itu adalah dengan beriman dan beramal kebajikan. Allah berfirman:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan orang-orang yang saling menasehati dalam kebaikan dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ’Ashr: 1-3)


Sumpah Allah Subhanahuwata’ala dengan masa menunjukkan bahwa waktu bagi manusia sangat berharga. Dengan waktu seseorang bisa memupuk iman dan memperkaya diri dengan amal shaleh. Dan dengan waktu pula seseorang bisa terjerumus dalam perkara-perkara yang di murkai Allah Subhanahuwata’ala. Empat perkara yang disebutkan oleh Allah Subhanahuwata’ala di dalam ayat ini merupakan tanda kebahagiaan, kemenangan, dan keberhasilan seseorang di dunia dan di akhirat.


Keempat perkara inilah yang harus dimiliki dan diketahui oleh setiap orang ketika harus bertarung dengan kuatnya badai kehidupan. Sebagaimana disebutkan Syaikh Muhammad Abdul Wahab dalam kitabnya Al Ushulu Ats Tsalasah dan Ibnu Qoyyim dalam Zadul Ma’ad (3/10), keempat perkara tersebut merupakan kiat untuk menyelamatkan diri dari hawa nafsu dan melawannya ketika kita dipaksa terjerumus ke dalam kesesatan.


Iman Adalah Ucapan dan Perbuatan


Mengucapkan “Saya beriman”, memang sangat mudah dan ringan di mulut. Akan tetapi bukan hanya sekedar itu kemudian orang telah sempurna imannya. Ketika memproklamirkan dirinya beriman, maka seseorang memiliki konsekuensi yang harus dijalankan dan ujian yang harus diterima, yaitu kesiapan untuk melaksanakan segala apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya baik berat atau ringan, disukai atau tidak disukai.


Konsekuensi iman ini pun banyak macamnya. Kesiapan menundukkan hawa nafsu dan mengekangnya untuk selalu berada di atas ridha Allah termasuk konsekuensi iman. Mengutamakan apa yang ada di sisi Allah dan menyingkirkan segala sesuatu yang akan menghalangi kita dari jalan Allah juga konsekuensi iman. Demikian juga dengan memperbudak diri di hadapan Allah dengan segala unsur pengagungan dan kecintaan.


Mengamalkan seluruh syariat Allah juga merupakan konsekuensi iman. Menerima apa yang diberitakan oleh Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam tentang perkara-perkara gaib dan apa yang akan terjadi di umat beliau merupakan konsekuensi iman. Meninggalkan segala apa yang dilarang Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam juga merupakan konsekuensi iman. Memuliakan orang-orang yang melaksanakan syari’at Allah, mencintai dan membela mereka, merupakan konsekuensi iman. Dan kesiapan untuk menerima segala ujian dan cobaan dalam mewujudkan keimanan tersebut merupakan konsekuensi dari iman itu sendiri.


Allah berfirman di dalam Al Qur’an:

“Alif lam mim. Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan untuk mengatakan kami telah beriman lalu mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka agar Kami benar-benar mengetahui siapakah di antara mereka yang benar-benar beriman dan agar Kami mengetahui siapakah di antara mereka yang berdusta.” (Al Ankabut: 1-3)


Imam As Sa’dy dalam tafsir ayat ini mengatakan: ”Allah telah memberitakan di dalam ayat ini tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Termasuk dari hikmah-Nya bahwa setiap orang yang mengatakan “aku beriman” dan mengaku pada dirinya keimanan, tidak dibiarkan berada dalam satu keadaan saja, selamat dari segala bentuk fitnah dan ujian dan tidak ada yang akan mengganggu keimanannya. Karena kalau seandainya perkara keimanan itu demikian (tidak ada ujian dan gangguan dalam keimanannya), niscaya tidak bisa dibedakan mana yang benar-benar beriman dan siapa yang berpura-pura, serta tidak akan bisa dibedakan antara yang benar dan yang salah.”


Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

“Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi kemudian setelah mereka kemudian setelah mereka” (HR. Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri dan Sa’ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘Anhuma dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no.992 dan 993)


Ringkasnya, iman adalah ucapan dan perbuatan. Yaitu, mengucapkan dengan lisan serta beramal dengan hati dan anggota badan. Dan memiliki konsekuensi yang harus diwujudkan dalam kehidupan, yaitu amal.


Amal

Amal merupakan konsekuensi iman dan memiliki nilai yang sangat positif dalam menghadapi tantangan hidup dan segala fitnah yang ada di dalamnya. Terlebih jika seseorang menginginkan kebahagiaan hidup yang hakiki. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan hal yang demikian itu di dalam Al Qur’an:

“Bersegeralah kalian menuju pengampunan Rabb kalian dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang telah dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah.” (Ali Imran:133)


Imam As Sa’dy mengatakan dalam tafsirnya halaman 115: “Kemudian Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan untuk bersegera menuju ampunan-Nya dan menuju surga seluas langit dan bumi. Lalu bagaimana dengan panjangnya yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala kepada orang-orang yang bertakwa, merekalah yang pantas menjadi penduduknya dan amalan ketakwaan itu akan menyampaikan kepada surga.”


Jelas melalui ayat ini, Allah Subhanahuwata’ala menyeru hamba-hamba-Nya untuk bersegera menuju amal kebajikan dan mendapatkan kedekatan di sisi Allah, serta bersegera pula berusaha untuk mendapatkan surga-Nya. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/169


Allah berfirman:

“Berlomba-lombalah kalian dalam kebajikan” (Al Baqarah: 148)


Dalam tafsirnya halaman 55, Imam As Sa’dy mengatakan: “Perintah berlomba-lomba dalam kebajikan merupakan perintah tambahan dalam melaksanakan kebajikan, karena berlomba- lomba mencakup mengerjakan perintah tersebut dengan sesempurna mungkin dan melaksanakannya dalam segala keadaan dan bersegera kepadanya. Barang siapa yang berlomba-lomba dalam kebaikan di dunia, maka dia akan menjadi orang pertama yang masuk ke dalam surga kelak pada hari kiamat dan merekalah orang yang paling tinggi kedudukannya.”


Dalam ayat ini, Allah dengan jelas memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk segera dan berlomba-lomba dalam amal shalih. Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

“Bersegeralah kalian menuju amal shaleh karena akan terjadi fitnah-fitnah seperti potongan gelapnya malam, di mana seorang mukmin bila berada di waktu pagi dalam keadaan beriman maka di sore harinya menjadi kafir dan jika di sore hari dia beriman maka di pagi harinya dia menjadi kafir dan dia melelang agamanya dengan harta benda dunia.” (Shahih, HR Muslim no.117 dan Tirmidzi)


Dalam hadits ini terdapat banyak pelajaran, di antaranya kewajiban berpegang dengan agama Allah dan bersegera untuk beramal shaleh sebelum datang hal-hal yang akan menghalangi darinya. Fitnah di akhir jaman akan datang silih berganti dan ketika berakhir dari satu fitnah muncul lagi fitnah yang lain. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/170

Karena kedudukan amal dalam kehidupan begitu besar dan mulia, maka Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan kita untuk meminta segala apa yang kita butuhkan dengan amal shaleh. Allah berfirman di dalam Al Quran:


“Hai orang-orang yang beriman, mintalah tolong (kepada Allah) dengan penuh kesabaran dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.” (Al Baqarah:153)


Lalu, kalau kita telah beramal dengan penuh keuletan dan kesabaran apakah amal kita pasti diterima?


Syarat Diterima Amal

Amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Hal ini telah disebutkan Allah Subhanahuwata’ala sendiri di dalam kitab-Nya dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam di dalam haditsnya. Syarat amal itu adalah sebagai berikut:

Pertama, amal harus dilaksanakan dengan keikhlasan semata-mata mencari ridha Allah Subhanahuwata’ala.

Allah Subhanahuwata’ala berfirman;

Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan baginya agama yang lurus”. (Al Bayyinah: 5)


Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

“Sesungguhnya amal-amal tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya.” (Shahih, HR Bukhari-Muslim)


Kedua dalil ini sangat jelas menunjukkan bahwa dasar dan syarat pertama diterimanya amal adalah ikhlas, yaitu semata-mata mencari wajah Allah Subhanahuwata’ala. Amal tanpa disertai dengan keikhlasan maka amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala.


Kedua, amal tersebut sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Beliau bersabda:

“Dan barang siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (Shahih, HR Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)


Dari dalil-dalil di atas para ulama sepakat bahwa syarat amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala adalah ikhlas dan sesuai dengan bimbingan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika salah satu dari kedua syarat tersebut tidak ada, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala. Dari sini sangat jelas kesalahan orang-orang yang mengatakan “ Yang penting kan niatnya.” Yang benar, harus ada kesesuaian amal tersebut dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika istilah “yang penting niat” itu benar niscaya kita akan membenarkan segala perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan dalil yang penting niatnya. Kita akan mengatakan para pencuri, penzina, pemabuk, pemakan riba’, pemakan harta anak yatim, perampok, penjudi, penipu, pelaku bid’ah (perkara- perkara yang diadakan dalam agama yang tidak ada contohnya dari Rasululah r ) dan bahkan kesyirikan tidak bisa kita salahkan, karena kita tidak mengetahui bagaimana niatnya. Demikian juga dengan seseorang yang mencuri dengan niat memberikan nafkah kepada anak dan isterinya.

Apakah seseorang melakukan bid’ah dengan niat beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala adalah benar? Apakah orang yang meminta kepada makam wali dengan niat memuliakan wali itu adalah benar? Tentu jawabannya adalah tidak.

Dari pembahasan di atas sangat jelas kedudukan dua syarat tersebut dalam sebuah amalan dan sebagai penentu diterimanya. Oleh karena itu, sebelum melangkah untuk beramal hendaklah bertanya pada diri kita: Untuk siapa saya beramal? Dan bagaimana caranya? Maka jawabannya adalah dengan kedua syarat di atas.

Masalah berikutnya, juga bukan sekedar memperbanyak amal, akan tetapi benar atau tidaknya amalan tersebut. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

“Dia Allah yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian siapakah yang paling bagus amalannya.” (Al Mulk: 2)


Muhammad bin ‘Ajlan berkata: “Allah Subhanahuwata’ala tidak mengatakan yang paling banyak amalnya.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/396

Allah Subhanahuwata’ala mengatakan yang paling baik amalnya dan tidak mengatakan yang paling banyak amalnya, yaitu amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan sesuai dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam, sebagaimana yang telah diucapkan oleh Imam Hasan Bashri.

Kedua syarat di atas merupakan makna dari kalimat Laa ilaaha illallah – Muhammadarrasulullah.

Wallahu a’lam.

sumber : http://artikelislam.wordpress.com
image : http://quran.al-islam.com/GenGifImages/Normal/290X330-0/2/148/1.png

Rabu, Maret 03, 2010

Menebar Keangkuhan Menuai Kehinaan

Masih berkaca pada untaian nasihat Luqman Al-Hakim kepada anaknya. Menjelang akhir nasihatnya, Luqman melarang sang anak dari sikap takabur dan memerintahkannya untuk merendahkan diri (tawadhu’). Luqman berkata kepada anaknya:

وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتاَلٍ فَخُوْرٍ


“Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong), dan janganlah berjalan dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang angkuh dan menyombongkan diri.” (Luqman: 18)



Demikian Luqman melarang untuk memalingkan wajah dan bermuka masam kepada orang lain karena sombong dan merasa dirinya besar, melarang dari berjalan dengan angkuh, sombong terhadap nikmat yang ada pada dirinya dan melupakan Dzat yang memberikan nikmat, serta kagum terhadap diri sendiri. Karena Allah tidak menyukai setiap orang yang menyombongkan diri dengan keadaannya dan bersikap angkuh dengan ucapannya. (Taisirul Karimir Rahman hal. 649)

Pada ayat yang lain Allah k melarang pula:



وَلاَ تَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحاً إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ اْلأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِباَلَ طُوْلاً



“Dan janganlah berjalan di muka bumi dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mencapai setinggi gunung.” (Al-Isra`: 37)

Demikianlah, seseorang dengan ketakaburannya tidak akan dapat mencapai semua itu. Bahkan ia akan menjadi seorang yang terhina di hadapan Allah k dan direndahkan di hadapan manusia, dibenci, dan dimurkai. Dia telah menjalani akhlak yang paling buruk dan paling rendah tanpa menggapai apa yang diinginkannya. (Taisirul Karimir Rahman, hal. 458)

Kehinaan. Inilah yang akan dituai oleh orang yang sombong. Dia tidak akan mendapatkan apa yang dia harapkan di dunia maupun di akhirat.

‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi n:



يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُوْنَ يَوْمَ الْقِياَمَةِ أَمْثاَلَ الذَّرِّ فِيْ صُوْرَةِ الرِّجاَلِ، يَغْشاَهُمُ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكاَنٍ، يُسَاقُوْنَ إِلَى سِجْنٍ مِنْ جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُوْلَسَ، تَغْلُوْهُمْ ناَرٌ مِنَ اْلأَنْياَرِ، وَيُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِيْنَةِ الْخَباَلِ



“Orang-orang yang sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut-semut kecil dalam bentuk manusia, diliputi oleh kehinaan dari segala arah, digiring ke penjara di Jahannam yang disebut Bulas, dilalap oleh api dan diberi minuman dari perasan penduduk neraka, thinatul khabal.1” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 434)

Bahkan seorang yang sombong terancam dengan kemurkaan Allah k. Demikian yang kita dapati dari Rasulullah n, sebagaimana yang disampaikan oleh seorang shahabat mulia, ‘Abdullah bin ‘Umar c:



مَنْ تَعَظَّمَ فِي نَفْسِهِ أَوِ اخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ



“Barangsiapa yang merasa sombong akan dirinya atau angkuh dalam berjalan, dia akan bertemu dengan Allah k dalam keadaan Allah murka terhadapnya.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Asy- Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 427)

Kesombongan (kibr) bukanlah pada orang yang senang dengan keindahan. Akan tetapi, kesombongan adalah menentang agama Allah k dan merendahkan hamba-hamba Allah k. Demikian yang dijelaskan oleh Rasulullah n tatkala beliau ditanya oleh ‘Abdullah bin ‘Umar c, “Apakah sombong itu bila seseorang memiliki hullah2 yang dikenakannya?” Beliau n menjawab, “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki dua sandal yang bagus dengan tali sandalnya yang bagus?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki binatang tunggangan yang dikendarainya?” “Tidak.” “Apakah bila seseorang memiliki teman-teman yang biasa duduk bersamanya?” “Tidak.” “Wahai Rasulullah, lalu apakah kesombongan itu?” Kemudian beliau n menjawab:



سَفَهُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ



“Meremehkan kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 426)

Tak sedikit pun Rasulullah n membuka peluang bagi seseorang untuk bersikap sombong. Bahkan beliau n senantiasa memerintahkan untuk tawadhu’. ‘Iyadh bin Himar z menyampaikan bahwa Rasulullah n bersabda:



إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ



“Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu’ hingga tidak seorang pun menyombongkan diri atas yang lain dan tak seorang pun berbuat melampaui batas terhadap yang lainnya.” (HR. Muslim no. 2865)

Berlawanan dengan orang yang sombong, orang yang berhias dengan tawadhu’ akan menggapai kemuliaan dari sisi Allah k, sebagaimana yang disampaikan oleh shahabat yang mulia, Abu Hurairah z bahwa Rasulullah n bersabda:



وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ



“Dan tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ karena Allah, kecuali Allah akan mengangkatnya.” (HR. Muslim no. 2588)

Tawadhu’ karena Allah k ada dua makna. Pertama, merendahkan diri terhadap agama Allah, sehingga tidak tinggi hati dan sombong terhadap agama ini maupun untuk menunaikan hukum- hukumnya. Kedua, merendahkan diri terhadap hamba-hamba Allah k karena Allah k, bukan karena takut terhadap mereka, ataupun mengharap sesuatu yang ada pada mereka, namun semata-mata hanya karena Allah k. Kedua makna ini benar.

Apabila seseorang merendahkan diri karena Allah k, maka Allah k akan mengangkatnya di dunia dan di akhirat. Hal ini merupakan sesuatu yang dapat disaksikan dalam kehidupan ini. Seseorang yang merendahkan diri akan menempati kedudukan yang tinggi di hadapan manusia, akan disebut-sebut kebaikannya, dan akan dicintai oleh manusia. (Syarh Riyadhish Shalihin, 1/365)

Tak hanya sebatas perintah semata, kisah-kisah dalam kehidupan Rasulullah n banyak melukiskan ketawadhu’an beliau. Beliau n adalah seorang manusia yang paling mulia di hadapan Allah k. Meski demikian, beliau menolak panggilan yang berlebihan bagi beliau. Begitulah yang dikisahkan oleh Anas bin Malik z tatkala orang-orang berkata kepada Rasulullah n, “Wahai orang yang terbaik di antara kami, anak orang yang terbaik di antara kami! Wahai junjungan kami, anak junjungan kami!” Beliau n pun berkata:



يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِقَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَهْوِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ، إِنِّي لاَ أُرِيْدُ أَنْ تَرْفَعُوْنِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِيهِ اللهُ تَعَالَى، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ



“Wahai manusia, hati-hatilah dengan ucapan kalian, jangan sampai kalian dijerumuskan oleh syaitan. Sesungguhnya aku tidak ingin kalian mengangkatku di atas kedudukan yang diberikan oleh Allah ta’ala bagiku. Aku ini Muhammad bin ‘Abdillah, hamba-Nya dan utusan-Nya.” (HR. An- Nasa`i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah, dikatakan dalam Ash-Shahihul Musnad fi Asy-Syamail Muhammadiyah no. 786: hadits shahih menurut syarat Muslim)

Anas bin Malik z mengisahkan:



كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُ اْلأَنْصَارَ فَيُسَلِّمُ عَلَى صِبْيَانِهِمْ وَيَمْسَحُ بِرُؤُوْسِهِمْ وَيَدْعُو لَهُمْ



“Rasulullah n biasa mengunjungi orang-orang Anshar, lalu mengucapkan salam pada anak-anak mereka, mengusap kepala mereka dan mendoakannya.” (HR An. Nasa`i, dikatakan dalam Ash- Shahihul Musnad fi Asy-Syamail Muhammadiyah no. 796: hadits hasan)

Ketawadhu’an Rasulullah n ini menjadi gambaran nyata yang diteladani oleh para shahabat. Anas bin Malik z pernah melewati anak-anak, lalu beliau mengucapkan salam pada mereka. Beliau n mengatakan:



كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ



“Nabi n biasa melakukan hal itu.” (HR. Al-Bukhari no. 6247 dan Muslim no. 2168)

Memberikan salam kepada anak-anak ini dilakukan oleh Nabi n dan diikuti pula oleh para shahabat beliau g. Hal ini merupakan sikap tawadhu’ dan akhlak yang baik, serta termasuk pendidikan dan pengajaran yang baik, serta bimbingan dan pengarahan kepada anak-anak, karena anak-anak apabila diberi salam, mereka akan terbiasa dengan hal ini dan menjadi sesuatu yang tertanam dalam jiwa mereka.(Syarh Riyadhish Shalihin, 1/366-367)

Pernah pula Abu Rifa’ah Tamim bin Usaid zmenuturkan sebuah peristiwa yang memberikan gambaran ketawadhu’an Nabi n serta kasih sayang dan kecintaan beliau terhadap kaum muslimin:



اِنْتَهَيْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ، رَجُلٌ غَرِيْبٌ جَاءَ يَسْأَلُ عَنْ دِيْنِهِ لاَ يَدْرِي مَا دِيْنُهُ؟ فَأَقْبَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَرَكَ خُطْبَتَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَيَّ فَأُتِيَ بِكُرْسِيٍّ، فَقَعَدَ عَلَيْهِ، وَجَعَلَ يُعَلِّمُنِي مِمَّا عَلَّمَهُ اللهُ، ثُمَّ أَتَى خُطْبَتَهُ فَأَتَمَّ آخِرَهَا



“Aku pernah datang kepada Rasulullah n ketika beliau berkhutbah. Lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, seorang yang asing datang padamu untuk bertanya tentang agamanya, dia tidak mengetahui tentang agamanya.’ Maka Rasulullah n pun mendatangiku, kemudian diambilkan sebuah kursi lalu beliau duduk di atasnya. Mulailah beliau mengajarkan padaku apa yang diajarkan oleh Allah. Kemudian beliau kembali melanjutkan khutbahnya hingga selesai.” (HR. Muslim no. 876)

Begitu banyak anjuran maupun kisah kehidupan Rasulullah n yang melukiskan ketawadhu’an beliau. Demikian pula dari para shahabat g. Tinggallah kembali pada diri ayah dan ibu. Jalan manakah kiranya yang hendak mereka pilihkan bagi buah hatinya? Mengajarkan kerendahan hati hingga mendapati kebahagiaan di dua negeri, ataukah menanamkan benih kesombongan hingga menuai kehinaan di dunia dan akhirat?

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

1 Thinatul khabal adalah keringat atau perasan dari penduduk neraka.

2 Hullah adalah pakaian yang terdiri dari dua potong baju.


Sumber :http://artikelislam.wordpress.com

Rabu, Maret 03, 2010

Hikmah Pengharaman Babi

oleh : Syeikh Fauzi Muhammad Abu Zaid

Hal ini penting untuk diketahui, terutama oleh pemuda-pemuda kita yang sering pergi ke negara-negara Eropa dan Amerika, yang menjadikan daging babi sebagai makanan pokok dalam hidangan mereka.

Dalam kesempatan ini, saya sitir kembali kejadian yang berlangsung ketika Imam Muhammad Abduh mengunjungi Perancis. Mereka bertanya kepadanya mengenai rahasia diharamkannya babi dalam Islam. Mereka bertanya kepada Imam, "Kalian (umat Islam) mengatakan bahwa babi haram, karena ia memakan sampah yang mengandung cacing pita, mikroba-mikroba dan bakteri-bakteri lainnya. Hal itu sekarang ini sudah tidak ada. Karena babi diternak dalam peternakan modern, dengan kebersihan terjamin, dan proses sterilisasi yang mencukupi. Bagaimana mungkin babi-babi itu terjangkit cacing pita atau bakteri dan mikroba lainnya.?"

Imam Muhammad Abduh tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dan dengan kecerdikannya beliau meminta mereka untuk menghadirkan dua ekor ayam jantan beserta satu ayam betina, dan dua ekor babi jantan beserta satu babi betina.

Mengetahui hal itu, mereka bertanya, "Untuk apa semua ini?" Beliau menjawab, "Penuhi apa yang saya pinta, maka akan saya perlihatkan suatu rahasia."

Mereka memenuhi apa yang beliau pinta. Kemudian beliau memerintahkan agar melepas dua ekor ayam jantan bersama satu ekor ayam betina dalam satu kandang. Kedua ayam jantan itu berkelahi dan saling membunuh, untuk mendapatkan ayam betina bagi dirinya sendiri, hingga salah satu dari keduanya hampir tewas. Beliau lalu memerintahkan agar mengurung kedua ayam tersebut.

Kemudian beliau memerintahkan mereka untuk melepas dua ekor babi jantan bersama dengan satu babi betina. Kali ini mereka menyaksikan keanehan. Babi jantan yang satu membantu temannya sesama jantan untuk melaksanakan hajat seksualnya, tanpa rasa cemburu, tanpa harga diri atau keinginan untuk menjaga babi betina dari temannya.

Selanjutnya beliau berkata, "Saudara-saudara, daging babi membunuh 'ghirah' orang yang memakannya. Itulah yang terjadi pada kalian. Seorang lelaki dari kalian melihat isterinya bersama lelaki lain, dan membiarkannya tanpa rasa cemburu, dan seorang bapak di antara kalian melihat anak perempuannya bersama lelaki asing, dan kalian membiarkannya tanpa rasa cemburu, dan was-was, karena daging babi itu menularkan sifat-sifatnya pada orang yang memakannya."

Kemudian beliau memberikan contoh yang baik sekali dalam syariat Islam. Yaitu Islam mengharamkan beberapa jenis ternak dan unggas yang berkeliaran di sekitar kita, yang memakan kotorannya sendiri. Syariah memerintahkan bagi orang yang ingin menyembelih ayam, bebek atau angsa yang memakan kotorannya sendiri agar mengurungnya selama tiga hari, memberinya makan dan memperhatikan apa yang dikonsumsi oleh hewan itu. Hingga perutnya bersih dari kotoran-kotoran yang mengandung bakteri dan mikroba. Karena penyakit ini akan berpindah kepada manusia, tanpa diketahui dan dirasakan oleh orang yang memakannya. Itulah hukum Allah, seperti itulah hikmah Allah.

Ilmu pengetahuan modern telah mengungkapkan banyak penyakit yang disebabkan mengkonsumsi daging babi. Sebagian darinya disebutkan oleh Dr. Murad Hoffman, seorang Muslim Jerman, dalam bukunya "Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman", halaman 130-131: "Memakan daging babi yang terjangkiti cacing babi tidak hanya berbahaya, tetapi juga dapat menyebabkan meningkatnya kandungan kolestrol dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh, yang mengakibatkan kemungkinan terserang kanker usus, iritasi kulit, eksim, dan rematik. Bukankah sudah kita ketahui, virus-virus influenza yang berbahaya hidup dan berkembang pada musim panas karena medium babi?"

Dr. Muhammad Abdul Khair, dalam bukunya Ijtihâdât fi at Tafsîr al Qur'an al Karîm, halaman 112, menyebutkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh daging babi: "Daging babi mengandung benih-benih cacing pita dan cacing trachenea lolipia. Cacing-cacing ini akan berpindah kepada manusia yang mengkonsumsi daging babi tersebut. Patut dicatat, hingga saat ini, generasi babi belum terbebaskan dari cacing-cacing ini. Penyakit lain yang ditularkan oleh daging babi banyak sekali, di antaranya:

  1. Kolera babi. Yaitu penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus
  2. Keguguran nanah, yang disebabkan oleh bakteri prosillia babi.
  3. Kulit kemerahan, yang ganas dan menahun. Yang pertama bisa menyebabkan kematian dalam beberapa kasus, dan yang kedua menyebabkan gangguan persendian.
  4. Penyakit pengelupasan kulit.
  5. Benalu eskares, yang berbahaya bagi manusia.

Fakta-fakta berikut cukup membuat seseorang untuk segera menjauhi babi:

  1. Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Ia makan semua makanan di depannya. Jika perutnya telah penuh atau makanannya telah habis, ia akan memuntahkan isi perutnya dan memakannya lagi, untuk memuaskan kerakusannya. Ia tidak akan berhenti makan, bahkan memakan muntahannya.
  2. Ia memakan semua yang bisa dimakan di hadapannya. Memakan kotoran apa pun di depannya, entah kotoran manusia, hewan atau tumbuhan, bahkan memakan kotorannya sendiri, hingga tidak ada lagi yang bisa dimakan di hadapannya.
  3. Ia mengencingi kotoranya dan memakannya jika berada di hadapannya, kemudian memakannya kembali.
  4. Ia memakan sampah, busuk-busukan, dan kotoran hewan.
  5. Ia adalah hewan mamalia satu-satunya yang memakan tanah, memakannya dalam jumlah besar dan dalam waktu lama, jika dibiarkan.
  6. Kulit orang yang memakan babi akan mengeluarkan bau yang tidak sedap.
  7. Penelitian ilmiah modern di dua negara Timur dan Barat, yaitu Cina dan Swedia --Cina mayoritas penduduknya penyembah berhala, sedangkan Swedia mayoritas penduduknya sekular-- menyatakan: daging babi merupakan merupakan penyebab utama kanker anus dan kolon. Persentase penderita penyakit ini di negara-negara yang penduduknya memakan babi, meningkat secara drastis. Terutama di negara-negara Eropa, dan Amerika, serta di negara-negara Asia (seperti Cina dan India). Sementara di negara-negara Islam, persentasenya amat rendah, sekitar 1/1000. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada 1986, dalam Konferensi Tahunan Sedunia tentang Penyakit Alat Pencernaan, yang diadakan di Sao Paulo.

Kini kita tahu betapa besar hikmah Allah mengharamkan daging dan lemak babi. Untuk diketahui bersama, pengharaman tersebut tidak hanya daging babi saja, namun juga semua makanan yang diproses dengan lemak babi, seperti beberapa jenis permen dan coklat, juga beberapa jenis roti yang bagian atasnya disiram dengan lemak babi. Kesimpulannya, semua hal yang menggunakan lemak hewan hendaknya diperhatikan sebelum disantap. Kita tidak memakannya kecuali setelah yakin bahwa makanan itu tidak mengandung lemak atau minyak babi, sehingga kita tidak terjatuh ke dalam kemaksiatan terhadap Allah SWT, dan tidak terkena bahaya-bahaya yang melatarbelakangi Allah SWT mengharamkan daging dan lemak babi.

sumber : http://media.isnet.org/islam/Etc/BabiHaram.html

Selasa, Maret 02, 2010

Pengertian al-Ihsan Sebenarnya

" Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. " Qs.2. Al-Baqarah:45-46

Dari ayat diatas dapat kita ambil definisi dari khusyu meliputi dua aspek yaitu :

  1. Kesadaran dan keyakinan akan pertemuan dengan Alloh swt,
  2. Kesadaran dan keyakinan bahwasanya semua yang ada dalam diri kita akan kembali kepada Alloh swt, baik nyawa kita, harta kita, kehormatan dan kemuliaan yang melekat dalam diri kita serta apapun yang melekat dalam diri kita seluruhnya akan kembali kepada Alloh swt.

Saudaraku, jika kesadaran ini terus mewarnai tiap aktifitas keseharian kita, maka kita akan merasakan ketenangan, kebahagiaan yang begitu dalam sehingga khusyuannya akan membentuk kepribadian seseorang menjadi pribadi yang berakhlak mulia.

Mari kita latih sesegera mungkin dan semaksimal mungkin akan khusyu ini.

Ketika kita tidak dapat khusyu, maka ketahuilah bahwasanya kita belum mempunyai keistimewaan dalam pandangan Alloh swt, sehingga kita belum diberikannya nikmat khusyu tersebut, berusahalah terus sampai kita mendapatkannya, nikmatilah setiap bacaan dan gerak tiap kita berdiri, ruku, sujud dan duduk. Sesalilah diri saat kita tidak mampu khusyu, hal ini dikarenakan kelakuan kita ada yang menyinggung dan mengecewakan Alloh swt sehingga kita tidak mampu menikmati shalat kita. Telitilah kembali pikiran kita hari ini, perasaan dan keinginan kita hari ini, kepada siapa ia berharap, takut, cinta dan yakin. Jika saat menghadap Alloh swt saja kita tidak dapat menikmati kedekatan tersebut dengan Alloh, maka bagaimana dengan aktifitas yang lain..?

Berikut ini beberapa tips agar kita dapat meraih kekhusyuan dalam shalat.

  1. Bersihkan terlebih dahulu fikiran, hati dan kelakuan kita
  2. Niatkan dengan ikhlas saat kita akan shalat, jangan terburu-buru
  3. Hilangkan sejenak pikiran dan perasaan yang mengganggu
  4. Pahami artinya dan relisasikan bacaan sholat tersebut.
  5. Rasakan kesejukkan tiap bacaan sholat, kesejukkan tentang nikmatNya, petunjukNya, ampunanNya, rahamatNya dan janjiNya

Semoga dengan beberapa tips diatas memudahkan kita untuk meraih kekhusuyu'an dalam sholat, sebagai langkah awal kita memulai ber-Ihsan.